separate
Lestarikan Budaya dan Bahasa Daerah Cirebon Dengan mengeksplorasi Kekayaan Ragam Budaya Cirebon
banner ad
logo
yudi sayidi, S.PdI,_smpn1awn.blogspot.com

TOKOH LAN PANUTAN ~ H. ABDUL ADJIB



H. Abdul Adjib
H. Abdul Adjib iku seniman tarling sing terkenal saking Cirebon, karya-karyane uwis akeh kang terkenal kaya dene warung pojok,supir inden lan sanes-sanese, H. Abdul  Adjib sampun wafat ulan februari 2011, kangge mengenang kula suguhaken sebagian saking akehe karya ne H. Abdul Adjib

asal ngaku.
angon bebek
BakulJamu-H.A Adjib Hj.Uun K.mp3
Banyuwangi.mp3
jajan baso.mp3
desa buyut.mp3
Krisis Akhlak.mp3
Lakon Baridin Ratminah.mp3
Mingguan.mp3
Rangda Tuwa.mp3
Supir Inden.mp3
Tukang Cukur.mp3





Dari sekian banyak karya-karya H. Abdul Adjib, lagu Warung Pojok adalah karyanya yang paling monumental. Keanggunan melodi dan keceriaan bahasa ungkapnya, secara auditif lagu Warung Pojok memberikan kenikmatan tersendiri bagi berbagai kalangan masyarakat. Tak heran jika kemudian sejumlah musisi kondang macam: Mus Mualim, Benny Corda, Atot Arasoma, dan maestro karawitan Sunda, Mang Koko, tertarik dan merekonstruksinya dengan aransemen musik garapannya masing-masing.

Pada Bulan Agustus tahun 2004, H. Abdul Adjib, bersama sejumlah jawara dari berbagai cabang seni, mendapat penghargaan bidang seni dari Gubernur Jawa Barat. Penghargaan yang cukup bergengsi ini tentu tidak diberikan secara cuma-cuma, tetapi diserahkan setelah melalui proses seleksi (kelayakan) yang cukup ketat. Atas dasar pertimbangan kreativitas, konsistensi, dan komitmennya terhadap keajekan tradisi, tim penilai akhirnya berkesimpulan, "Maestro Tarling" pencipta lagu Warung Pojok ini dinyatakan layak mendapat anugerah tersebut.

H. Abdul Adjib adalah sebuah nama yang tak dapat diabaikan begitu saja. Ia adalah salah seorang tokoh penting yang memiliki peran besar dalam perjalanan sejarah perkembangan seni tarling. Gagasan-gagasannya yang diekspresikan dalam proses kreatifnya, secara meyakinkan mampu mengubah wajah dan penampilan tarling, dari musik dolanan yang pada awal kelahirannya dimainkan dengan cara spontanitas dan amat bersahaja menjadi sebuah seni pertunjukan "genial" (bagus dan menarik).

Kerja keras pria kelahiran Cirebon 9 Januari 1942 yang lebih akrab dengan sapaan Adjib ini, dalam mengkreasi seni garapannya, tidak cuma berhasil menempatkan tarling pada posisi terdepan di antara seni-seni tradisi khas Cirebon. Tapi sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai seniman yang cukup fenomenal dan disegani. Sejumlah karya-karya inovatifnya, menjelaskan bagaimana ia sesungguhnya adalah seorang pembaru yang konsisten terhadap komitmennya, bahwa tradisi itu mesti dipahami sebagai ruang kreativitas yang terbuka dan dinamis. Sedang pembaruan yang dikerjakannya lebih merupakan bentuk pertanggungjawabannya sebagai seorang profesional dalam menghadapi tantangan zaman dan keinginan masyarakat apresiatornya.

Dalam konteks ini tampaknya H. Abdul Adjib menyadari benar, bahwa pada dasarnya masyarakat berduyun-duyun ke arena pertunjukan yang sama (tarling), sesungguhnya mereka datang membawa harapan dapat menyaksikan sesuatu yang lain dari yang pernah mereka tonton sebelumnya. Maka pada saat para penggiat tarling yang sebelumnya masih berkutat dengan lagu-lagu yang liriknya diangkat dari sastra lisan berbentuk puisi terikat macam wawangsalan, paparikan, pupuh dan lain-lain, dengan segenap kelebihannya, diam-diam Adjib menulis lagu dengan puisi bebas.

Dengan lirik semacam itulah, sajian lagu-lagu tarling menjadi lebih bervariasi dan memiliki tema yang lebih jelas. Sebelumnya, lagu-lagu tarling dibawakan secara improvisasi, dalam arti seniman tarling (baca: Cirebon) pada masa itu tidak pernah mempersiapkan lirik lagu secara tertulis. Melainkan mereka menyanyi (ngawih) sesuka hatinya sesuai dengan apa yang mereka ingat saat itu, itulah yang mereka lantunkan. Tak pelak lagi, hadirnya lagu-lagu kreasi Adjib menjadi menu pertunjukan yang paling banyak mengundang perhatian publik. Daya tarik dari lagu-lagu kreasinya, bukan saja karena memiliki karakter ceria dan dinamis, melainkan juga lebih disebabkan dikemas dengan aransemen musik yang berbeda dengan lagu-lagu tarling konvensional yang telah ada di belakangnya.

Dari sekian banyak karya-karya H. Abdul Adjib, lagu Warung Pojok adalah karyanya yang paling monumental. Keanggunan melodi dan keceriaan bahasa ungkapnya, secara auditif lagu Warung Pojok memberikan kenikmatan tersendiri bagi berbagai kalangan masyarakat. Tak heran jika kemudian sejumlah musisi kondang macam: Mus Mualim, Benny Corda, Atot Arasoma, dan maestro karawitan Sunda, Mang Koko, tertarik dan merekonstruksinya dengan aransemen musik garapannya masing-masing. Namun demikian, sukses besar lagu Warung Pojok itu tidak lantas membuat H. Abdul Adjib terlena. Sebaliknya hal itu menjadi energi yang memunculkan semangat luar biasa bagi dirinya untuk terus berkarya dan berkarya lagi.

PROSES kreatif H. Abdul Adjib tidak berhenti pada penulisan lagu, tetapi ia juga menciptakan bentuk repertoar lainnya. Berbekal pengalamannya sebagai pemain (aktor) sandiwara, dengan segenap kegigihannya ia melakukan berbagai eksplorasi. Konsep dasar teater yang didapatnya dari panggung sandiwara, ia pertemukan dengan pola pertunjukan tarling yang konsep dasarnya mengacu pada kerangka musik ensambel gamelan (karawitan). Dari kecerdikannya memodifikasi dua konsep pertunjukan yang relatif berbeda (musik dan teater) itu, melahirkan sebentuk pertunjukan teater musikal yang sangat khas dan unik. Bentuk pertunjukannya sendiri mirip dengan sajian opera, di mana sebagian dialog tokoh-tokohnya dilakukan dengan cara dinyanyikan.

Betapa pun pekerjaan merekayasa dalam dunia seni pertunjukan bukanlah hal yang aneh, namun setidaknya untuk ukuran seniman tradisi yang pada umumnya predikat kesenimanannya diraih secara otodidak, langkah-langkah kreatif H. Abdul Adjib boleh dibilang sebuah prestasi besar. Sebab bagaimanapun ia telah berhasil menciptakan genre kesenian baru. Dan justru inovasi-inovasi yang dikembangkannya inilah menjadi fenomena menarik dan dijadikan acuan atau tolok ukur bagi karya-karya tarling periode berikutnya. Hingga karya-karya tarling yang lahir kemudian, sekalipun tidak persis sama, tetapi secara substansial tidak dapat lepas dari pengaruh karya-karya besar H. Abdul Adjib.

Pada saat H. Abdul Adjib mendirikan kelompoknya, Tarling "Putra Sangkala", tahun 1964, tarling sudah dipentaskan di atas panggung.

"Kala itu tarling sudah berkembang menjadi hiburan massa, setara dengan seni pertunjukan wayang dan topeng. Dalam setiap pementasannya nyaris tak pernah luput dari jubelan penonton. Terlebih ketika lagu Kiser gubahan Carini diangkat menjadi menu utama dalam pertunjukannya, masyarakat tampak semakin terpikat," tutur H. Abdul Adjib, seraya menambahkan bahwa lagu Kiser yang digubah pesinden wayang kulit tersebut, bertutur tentang cerita rakyat yang telah melegenda di masyarakat Cirebon. Seperti dongeng tentang kesengsaraan dua anak manusia kakak beradik bernama Saidah dan Saeni yang dibinasakan oleh orang tuanya.

"Menariknya, kisah tersebut ditembangkan oleh pesinden dan wirasuara dengan cara bersahut-sahutan, layaknya orang sedang berdialog. Hal itu yang membuat penasaran penonton," demikian Adjib sambil jari jemarinya tak henti-henti memainkan dawai gitar.

**

SEBAGAI orang yang pernah malang-melintang dan besar di panggung sandiwara, tak aneh jika kemudian H. Abdul Adjib begitu tergoda untuk lebih mengembangkan tembang yang demikian memesonakan masyarakat apresiatornya itu ke dalam bentuk yang lebih konkret. Lantas dengan modal pengalaman di dunia seni peran yang dimilikinya, lagu yang lebih populer dengan nama Kiser Saidah itu pun didramatisir. Seluruh tokoh dalam kisah imajiner (cerita Saidah Saeni) tersebut dimunculkan, dan divisualisasikan dengan laku dramatik. Struktur dramatiknya sendiri dibangun menyerupai pola pertunjukan sandiwara khas Cirebon.

Dalam konteks kreativitasnya, H. Abdul Adjib, memang tergolong pekerja seni yang memiliki kemampuan melahirkan karya yang relatif baru, berbeda dengan karya-karya tarling periode sebelumnya, baik dalam karya-karya lagu maupun lakon. Namun di sisi lain ia juga seorang yang memegang teguh komitmennya terhadap keajekan tradisi. Hal itu diperlihatkan dalam upaya mengembangkan dialog/percakapan dalam karya dramanya. Selain menggunakan dialog dalam bentuk bahasa prosa, ia juga tetap mempertahankan tradisi estetik yang telah menjadi identitas tarling, yakni percakapan dalam bentuk bahasa puisi yang dilagukan (dinyanyikan). Tarling dengan demikian tak lagi hanya sekadar totonan yang melulu mengumbar ilusi lewat penuturan kata-kata yang dilantunkan. Sentuhan-sentuhan kreatif H. Abdul Adjib mengubah tradisi tutur itu menjadi realitas peristiwa yang dinyatakan dengan sensasi indrawi. Artinya, di sana, di pentas pertunjukan ada kejadian yang dapat dilihat, didengar, dan dirasakan. Sejak saat itu bentuk pertunjukan tarling pun berubah, dari bentuk musik ke bentuk teater.

Melihat karya-karyanya yang hingga hari ini begitu besar mendapat perhatian berbagai kalangan masyarakat, Adjib sang pembaru, benar-benar menjadi simbol kesenian masyarakat pesisir Cirebon. Namanya begitu identik dengan tarling. Karya-karya lagunya (Warung Pojok, Supir Inden, Penganten Anyar, dll.), juga karya dramanya (Saidah Saeni, Baridin, Penganten Kaplak, Martabakrun, dll.), telah banyak diperbincangkan dan ditulis, baik sebagai pemberitaan di media massa maupun tulisan karya ilmiah di kalangan masyarakat akademisi.

3 komentar:

  1. assalamu alaikum...
    enten boten lagu lagu kang abdul adjib klasik ing tegese tayubane lan kiserane kaya dene menjanganwulung lan nyimas ganda sari cinarita

    BalasHapus
  2. http://ethnic-unique.blogspot.com/search/label/H.Abdul%20Adjib

    BalasHapus

logo
Copyright © 2012 Basa Cerbon ~ اللغة سيريبون ~ يودى الشريف.
Blogger Template by Clairvo